intriknews.com - Produksi sejumlah bahan pangan seperti beras, jagung, bawang merah, cabai diklaim oleh Kementerian Pertanian (Kementan) sudah surplus. Tapi nyatanya pasokan bahan-bahan pangan yang diklaim surplus itu tetap tak mencukupi sehingga harga melonjak dan akhirnya harus dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong berpendapat bahwa data produksi pangan nasional memang tidak akurat. Dia pun mempertanyakan, bila memang benar Indonesia surplus 10 juta ton beras pada 2015, lalu di mana beras tersebut. Harusnya tak perlu ada impor beras, harga beras juga mestinya stabil bila ada surplus sebesar itu. Begitu juga dengan bahan pangan lainnya.
"Menurut saya, seluruh masyarakat juga tahu bahwa data (produksi pangan) kita tidak akurat. Anda percaya data itu akurat? Saya kira itu sudah bukan kontroversi, sudah rahasia umum. Kalau kita surplus jutaan ton, dimana itu barang? Harusnya kita punya gudang sudah meluber," kata Lembong dalam diskusi dengan media di Restoran Sari Minang, Jakarta, Selasa (2/2/2016).
Lembong menambahkan, kenaikan harga pangan pada saat ini merupakan bukti dari tidak akuratnya data produksi pangan. Memang ada faktor-faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga pangan, misalnya rantai pasokan yang terlalu panjang, tapi itu bukan faktor yang mendominasi. Faktor utamanya adalah suplai yang memang kurang.
"Kita nggak bisa lepas dari yang namanya hukum pasar. Supply-demand bagaimanapun berlaku. Rantai pasok sudah panjang sejak lama, kenapa baru melonjak 2015-2016? Betul rantai pasok harus dibenahi, tapi jangan mencampuradukan masalah," tandasnya.
Faktor lain seperti adanya pelaku-pelaku usaha yang melakukan spekulasi juga berperan terhadap mahalnya harga pangan. Tapi itu juga bukan penyebab utama, karena harus diakui bahwa struktur pasar tidak optimal.
"Mungkin ada dominasi-dominas yang tidak sehat. Mungkin ada praktik-praktik tidak sehat. Tapi kita tetap harus pakai asas praduga tak bersalah," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa kenaikan harga pangan disebabkan oleh masalah di rantai pasokan. Produksi pangan mencukupi, tapi harga tetap rendah di tingkat petani dan melambung tinggi di tingkat konsumen karena para pedagang perantara menikmati keuntungan yang besar.
Untuk mengatasi masalah ini, Amran menyarankan agar peran Bulog diperluas, tidak hanya menangani beras saja, tapi semua komoditas pangan strategis. Bulog harus ikut mengintervensi pasar, membeli langsung dari petani dan menjualnya langsung ke masyarakat.
"Kami akan koordinasi dengan Kemendag, Bulog, ini supply chain (rantai pasokan) harus dipotong, semua komoditas. Nanti Bulog yang beli, Kementan mendukung, yang biasanya dari 8 titik menjadi 4 titik, menjadi 50%," papar Amran.
Dia menjelaskan, rantai pasokan dapat dipotong separuh jika Bulog membeli langsung ke petani, membawanya ke pasar, dan menjualnya langsung ke konsumen. Cara ini diyakini Amran bisa menekan harga bahan pokok, termasuk daging sapi.
Sumber: Detik
0 Response to "Gak Kompak, Kementan Klaim Produksi Pangan Surplus, Mendag: Bila Memang Benar Indonesia Surplus Harusnya Tak Perlu Ada Impor Beras"
Posting Komentar