Pemilu Mesir Disambut Boikot Rakyat, 'Mursi Presiden Terbaik'


Sang pemuda memegang janggutnya dan menggeleng, menolak panggilan Abdel Fatah al-Sisi untuk memilih pada pemilu legislatif yang digelar Minggu (18/10): "Saya memboikot. Mereka tidak menghormati pilihan saya (dengan lakukan kudeta terhadap hasil pemilu dulu) jadi untuk apa saya memilih?"

Mesir tak memiliki parlemen sejak juni 2012, saat pengadilan membubarkan parlemen yang dipilih secara demokratis, saat itu hasil pemilu didominasi oleh anggota Ikhwanul Muslimin (partai FJP). Keputusan pembubaran parlemen oleh rezim kudeta As-Sisi ini membawa kemunduran pada pencapaian-pencapaian sejak Revolusi 2011 yang menggulingkan Hosni Mubarak.

Pemilu yang dimulai pada hari Minggu dimaksudkan untuk mengembalikan demokrasi, tapi di basis Ikhwanul Muslimin di luar Kairo ini, dinding-dinding menunjukkan pengalaman yang buruk dengan pemilu sehingga banyak yang memilih absen dari bilik suara.

(Baca: Pemilu Hanya Diikuti 2.27% Pemilih)

Di sekitar distrik Kerdasa, grafiti bertebaran yang menyatakan kesetiaan pada presiden Muhamad Mursi, anggota Ikhwanul Muslimin yang terpilih secara demokratis pada 2012 dan dikudeta oleh militer setelah protes oleh sebagian warga Mesir yang menuduhnya inkompeten.

Kata-kata "konstitusi berdarah", terpatri pada dinding yang kelam, dibuat pada saat referendum konstitusi pro-kudeta pada tahun 2014, setelah panglima militer Mesir waktu itu as-Sisi mengkudeta Mursi dan memberangus gerakan Ikhwanul Muslimin, persis sebelum ia memenangkan "pemilihan" presiden.

Dan pada sebuah sisi jalan, sebuah kata singkat tertulis: 'boikot'.

"Keinginan rezim ini akan dijalankan apapun yang terjadi (tangan besi)," sebut seorang apoteker berusia 32 tahun yang juga mengatakan bahwa ia tak akan ikut memilih.

"Untuk lebih adil, dalam beberapa hal Mursi 'mencoba' untuk mengesampingkan pendapat pihak lain, tapi as-Sisi datang dan tidak hanya mencoba, ia benar-benar mengesampingkan seluruh pendapat yang tidak sejalan dengannya. Yang kita butuhkan adalah politik dimana negara diutamakan atas partai atau golongan," tutur apoteker.

Menolak menyebut namanya, sang apoteker mengatakan bahwa ia berencana membawa keluarganya berimigrasi keluar dari Mesir: "Saya hanya bisa melihat jalan buntu disini (di Mesir)."

TIDAK MEMILIH

Dekat pusat distrik Kerdasa, dinding hitam peninggalan pos polisi mengingatkan pejalan kaki akan sejarah kelam daerah ini.

Pos polisi ini diserang pada tanggal 14 Agustus 2013, dihari aparat keamanan Mesir membersihkan dua pusat kamp protes di Kairo, yang membunuh ratusan pendukung Mursi dalam salah satu episode paling berdarah pada sejarah modern Mesir.

Aparat keamanan Mesir telah memenjarakan puluhan ribu anggota Ikhwanul Muslimin sejak penggulingan Mursi dan melarang aktivitas organisasi tersebut. Ini belum termasuk 151 anggota Ikhwanul Muslimin yang dieksekusi mati pada tahun lalu atas tuduhan menyerang pos polisi tersebut, dimana puluhan anggota aparat keamanan disebut tewas.

Protes sesekali masih terjadi disini, dan polisi telah menggeledah rumah-rumah disini sebagai bagian dari pemberangusan mereka terhadap oposisi islamis. Tetapi beberapa pendukung yang tinggal di Kerdasa, dimana para perempuan berjalan di jalan dengan memakai jilbab hitam yang tertutup dan dimana keledai dan mobil berbagi jalan, mengatakan kehidupan kembali normal.

"Orang-orang memiliki persepsi buruk tentang Kerdasa. Mereka berpikir bahwa distrik ini penuh dengan teroris, tapi kami bukan teroris," demikian dikatakan pensiunan Mansur Muhamad berusia 67 tahun, saat ia kembali dari memilih di TPS.

TPS yang berada di dekat pemakaman di ujung distrik kerdasa hampir kosong.

Beberapa kandidat (caleg) terlihat membawa kelompok kecil pemilih ke TPS dengan berbagai cara. Muhamad mengatakan kandidat yang dipilihnya menawarkan uang dan makanan kepada lebih dari 1.000 keluarga lokal.

Hal-hal seperti itu merupakan jenis politik patronase dimana banyak pemilih, baik mereka pendukung atau anti islamis, mengatakan meniru era Mubarak.

"Saya tidak memilih. Ayah saya telah meninggal dan jikapun ia bangkit dari kubur dan menjadi kandidat, saya tetap tidak akan memilih karena mereka yang menjadi kandidat melakukannya demi keuntungan mereka sendiri," sebut seorang pria tak berjenggot yang menolak menyebut namanya. "Mereka tak melakukan apapun. Mereka tak merubah apapun."

Tersembunyi di pojok jalan dari TPS, sebuah kendaraan militer diparkir, siap mengkonfrontasi pembuat masalah.

Pada pagi harinya sebuah bom suara yang digunakan untuk menakuti bukan untuk menyakiti, meledak dekat TPS. Tidak jelas siapa yang bertanggungjawab, hanya membawa pengingat bahwa banyak ketidakpuasan yang membesar seperti gelembung tersembunyi di beberapa bagian Mesir.

"In my view, Islam is the solution. Mursi was the best president to rule Egypt but he was still weak..." said Sabri Tawfiq Abu Hussein, as he watered plants at the roadside.

"Dalam pandangan saya, Islam adalah solusi. Mursi adalah presiden terbaik untuk memimpin Mesir, hanya ia masih lemah.." sebut Sabri Tawfiq Abu Hussein, saat ia menyiram tanaman di tepi jalan.

"We need people to get the economy going, to reduce prices, to bring back tourism. Look at me. I have a degree in commerce from Al Azhar university and I am working as a gardener."

"Kami butuh orang-orang yang mampu membangkitkan ekonomi, mampu mengurangi berbagai harga kebutuhan, menghidupkan kembali sektor turisme. Lihat apa yang terjadi pada saya. Saya memiliki gelar sarjana ekonomi dari Universitas al Azhar, tetapi saya bekerja sebagai tukang kebun."

*diterjemahkan dari artikel Reuters (18/10/2015)
Link: http://ift.tt/1Rl54Yt

Baca juga: As-Sisi dan Ekonomi Mesir Sekarat



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pemilu Mesir Disambut Boikot Rakyat, 'Mursi Presiden Terbaik'"

Posting Komentar