By Jamil Azzaini
Dalam perjalanan menyusun dan merealisasikan mimpi-mimpi hidup saya mengalami beberapa kali perubahan. Saat kuliah dulu, saya pernah menyusun mimpi "ingin punya mobil mewah, rumah mewah dan tabungan milyaran rupiah." Impian itu bukan hanya sekedar saya tulis, saya juga menempelkan gambar mobil, rumah mewah dan tumpukan rupiah di dalam lembaran impian saya."
Untuk menyemangati saya, hampir setiap pagi tulisan dan gambar itu saya baca dan saya lihat. Saat melihat tulisan dan gambar itu imajinasinya melayang jauh, semangatpun begitu menggelora. Seiring bertambahnya usia, berbagai pertanyaan muncul di kepala "lantas bila saya punya mobil dan rumah mewah serta tumpukan rupiah, so what gitu loh? Apakah martabat dan derajat manusia diukur dari itu semua?"
Saat saya sedang mencoba terjun di dunia trainer tahun 2005, saya membuat impian hidup yang baru "Saya ingin menjadi trainer terbaik di Asia Tenggara." Sejak tahun itulah saya bersemangat memberikan training ke berbagai tempat, baik yang berbayar maupun yang cuma-cuma. Dan Januari 2006, saya memutuskan full time di dunia training.
Untuk mengingatkan saya setiap hari, tim saya membuat foto besar dibingkai bertuliskan menuju trainer terbaik Asia Tenggara. "Setiap pagi saya pandangi foto itu dan lagi-lagi perasaan gelisah berkecamuk di dalam jiwa saya "terus kalau saya menjadi trainer terbaiak Asi Tenggara, so what gitu loh? Betapa egoisnya saya, menyusun mimpi hanya untuk kepentingan diri sendiri."
Setelah melakukan berbagai perenungan, seyogyanyalah mimpi itu harus punya nilai atau value yang diperjuangkan. Mimpi itu bukan hanya berbicara tentang "aku" tetapi juga "kita." Apa artinya? Mimpi itu harus memberi manfaat untuk diri pribadi sekaligus untuk orang-orang di sekitar kita.
Karena itulah saya lebih senang menggunakan kata visi dibandingkan mimpi. Karena visi itu berarti ada value atau nilai yang diperjuangkan. Ada juga manfaat yang hendak diwujudkan dan ditinggalkan di semesta. Ada juga harapan besar agar dikehidupan yang abadi kita berada di tempat yang tinggi.
Kini, visi hidup saya adalah "di kehidupan yang abadi saya ingin memeluk sang nabi, maka saya memantaskan diri dengan cara berusaha keras menyediakan lapangan pekerjaan melalui bisnis saya, menginspirasi sedikitnya 25 juta orang dan 10 ribu diantaranya menjadi trainer, entrepreneur, dan leader yang berkarakter"
Dan setiap kali saya membaca dan menghayati visi di atas, bergetar hati ini, rindu segera berjumpa dengan sang nabi dan terus berjuang memantaskan diri dengan terus mengembangkan bisnis, menginspirasi dan mengkader banyak orang setiap hari. Tak ada lagi pertanyaan "so what gitu loh?"
*dari fb Jamil Azzaini (Rabu, 26/8/2015)
0 Response to ""So What Gitu Loh?""
Posting Komentar