Bogor – Dalam kaidah Fiqhiyyah yang telah dikenal luas di kalangan ulama Fiqh disebutkan satu prinsip Hukum Islam: “Maa la yatimmul-wajibu illa bihi fahuwa wajibun”. Maksudnya, apa-apa yang tidak sempurna satu kewajiban agama dengannya, maka hal itu menjadi wajib pula. Dalam contoh aplikatifnya, sholat tidak akan sah bila tanpa wudhu, maka berwudhu untuk sholat menjadi wajib pula. Demikian dikemukakan Dr. Lukmanul Hakim, M.Si., dalam sambutannya pada pembukaan “Training Internasional Sistim Jaminan Halal”, yang diselenggarakan LPPOM MUI, 28-30 September 2015 di Bogor.
Dengan Kaidah Fiqhiyyah ini, Direktur LPPOM MUI ini menjelaskan lagi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan keharusan mengimplementasikan “Sistim Jaminan Halal (SJH)” oleh perusahaan yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal kepada LPPOM MUI. Tanpa membuat manual dan mengimplementasikan SJH ini, maka MUI tidak akan memberikan Sertifikat Halal (SH) kepada perusahaan.
Hal ini ditekankan oleh pimpinan LPPOM MUI ini kepada 68 peserta dari perusahaan-perusahaan mancanegara yang telah mendapatkan SH maupun baru mengajukan proses sertifikasi halal ke LPPOM MUI. Karena, “Pihak LPPOM MUI tidak dapat mengawasi 24 jam di lokasi pabrik perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal, sementara SH yang diberikan berlaku selama dua tahun,” tuturnya. Maka SJH merupakan satu sistim yang dirancang dan ditetapkan oleh LPPOM MUI guna menjamin kehalalan produk yang dihasilkan perusahaan, paling tidak selama masa berlakunya SH.
Ketetapan halal itu sendiri, paparnya lebih lanjut, merupakan kaidah syariah dengan otoritas ulama yang mengeluarkan fatwa atau status syariah. Bukan sekedar kaidah mutu dalam aspek material semata. Dalam prakteknya, dalam penetapan fatwa oleh Komisi Fatwa MUI, para ulama menggali dan mendapatkan infromasi tentang produk yang akan difatwakan, dari LPPOM MUI yang melakukan penelitian dan kajian mendalam dalam aspek saintifik, oleh para auditor halal yang ditugaskan untuk itu.
Kerja Sinergis Dengan Dua Aspek Yang Tak Dapat Dipisahkan
Dengan demikian, proses sertifikasi halal oleh MUI merupakan kerja sinergis dengan dua aspek yang tak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Yakni aspek syariah oleh para ulama Fiqhiyyah, bersama dengan aspek saintifik oleh para ulama atau pakar sains.
Training Internasional SJH yang telah menjadi agenda rutin tahunan LPPOM MUI kali ini diikuti oleh para peserta dari 11 negara. Yakni USA, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea, Filipina, Korea, China, India, dan Vietnam, termasuk juga peserta dari Indonesia. Dalam Training ini disajiian teori tentang SJH secara komprehensif, serta praktek penyusunan Manual SJH. Diberikan oleh para pakar yang telah berpengalaman dan menguasai dalam berbagai bidang kajian maupun industri pangan.
Bersamaan dengan Training SJH bagi pihak perusahaan ini, dilangsungkan pula Training Internasional bagi para Auditor Halal dari Lembaga-lembaga Sertifikasi Halal (LSH) internasional yang telah mendapat pengakuan (Mutual Agreement Recognition, MRA) dari MUI maupun lembaga-lembaga yang baru akan mengajukan permohonan untuk memperoleh pengakuan MRA. Pada kesempatan ini, 32 peserta mengkuti training, utusan dari 25 LSH dari lima benua: Australia, Eropa, Amerika, Afrika, dan tentu juga Asia. Diantaranya Negara-negara Australia, Italia, Amerika, Jepang, China, dll. (Usm).
Sumber: http://ift.tt/1JBBpEQ
0 Response to "Dibuka, Training Internasional Sistim Jaminan Halal"
Posting Komentar